HIDUP BERIMAN

Bahan Alkitab: Ibrani 11:1; Yakobus 2:17; 2 Timotius 4:7

       A.    MAKNA IMAN

Dalam pelajaran ini kamu belajar mengenai iman dari segi defenisi konsep, bagaimana memelihara iman dan mengapa remaja Kristen harus hidup sebagai orang beriman. Yesus Kristus adalah anak Allah yang telah lahir, mati dan bangkit bagi kamu. Ia menebus dosa manusia dan peristiwa itu telah berlangsung berabadabad lamanya. Cerita mengenai Yesus Kristus tidak akan dipahami secara mudah jika kamu tidak beriman kepada-Nya. Laksana tumbuhan, iman membutuhkan pupuk supaya bertumbuh dan berbuah, iman harus dipelihara dalam hidup kita. Untuk memiliki dan memelihara iman kepada Yesus Kristus, kamu harus mempercayaiNya dan mematuhi perintah-perintah-Nya. Orang percaya mengungkapkan iman melalui tindakan dan cara hidup sebagaimana tertulis dalam Yakobus 2: 17b, “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Kata “iman” dalam Perjanjian Lama berarti “berpegang teguh”. Beriman berarti berpegang teguh pada keyakinan yang dimiliki akan suatu hal, karena hal itu dapat dipercaya dan diandalkan. Demikianlah iman selalu berkaitan dengan “percaya.” Kata “pengharapan” juga tidak terlepas dari iman kepada Tuhan. Iman membangkitkan pengharapan, sekaligus mendorong seseorang untuk mewujudkan pengharapannya itu. 

Alkitab mencatat banyak tokoh beriman dalam pergumulan mereka masing-masing. Salah satu tokoh Alkitab yang disebut Bapak segala orang beriman adalah Abraham. Apabila kita percaya dan berpegang teguh kepada Yesus dengan segenap jiwa, hati dan akal budi kita, maka apa yang dikehendaki-Nya atas diri kita pasti terjadi. Inilah juga pengharapan kita dalam iman kita kepada-Nya. Sifat iman itu aktif, artinya, kita benar-benar yakin akan kebenaran Firman Tuhan dan sungguhsungguh melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, jika kita mengaku beriman kepada Yesus, tetapi hanya di dalam ucapan saja, tanpa perilaku yang menunjukkan iman itu, maka sebenarnya iman kita itu sudah mati. Menurut Ibrani 11:1, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Artinya, iman percaya itu akan terlihat dalam perbuatan. Iman percaya itu dapat melihat dan meyakini sesuatu hal yang belum kita lihat. Misalnya, kepercayaan tentang Yesus Kristus yang tidak pernah kamu lihat secara fisik namun kamu percaya pada-Nya berdasarkan kesaksian Alkitab. Iman merupakan anugerah Allah yang dicurahkan bagi orang yang percaya dan berharap kepada-Nya serta melakukan kehendak-Nya. Jadi, dalam iman ada unsur percaya dan pengharapan. Beriman artinya mengamini janjijanji Allah di dalam Yesus Kristus dengan segenap hati, akal budi dan perbuatan.

B. IMAN DAN PERCAYA

Menurut Niftrik dan Boland, aspek iman tidak dapat dipisahkan dari percaya. Manusia beriman membangun imannya dengan kepercayaan yang menjadi akar dari iman. Alkitab menyatakan bahwa, “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barang siapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah keoada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (Ibrani 11:6 ). Selanjutnya Ibrani 6:7-9 menulis tentang Nuh dan Abraham yang telah menunjukkan imannya yang luar biasa kepada Allah. Iman mereka terus bertumbuh dalam perjalanan hidup mereka dan mereka terus memelihara iman. Nuh merupakan tokoh fenomenal pada zamannya, ketika ia mulai mengerjakan bahtera sebagaimana diperintahkan Tuhan padanya. Banyak orang memperolok dirinya bahkan menganggap Nuh kurang waras. Berbagai tekanan yang dialaminya tidak mudah untuk dihadapi, namun ia percaya kepada Tuhan. Imannya tidak goyah menghadapi tekanan dari penduduk kota. Sampai tiba saatnya mereka sekeluarga masuk ke dalam bahtera dan turun hujan 40 hari lamanya sehingga seluruh bumi tergenang air. Tidak ada manusia yang selamat kecuali Nuh dan keluarganya (seisi rumahnya).

Sumber gambar: https://bit.ly/36MOvoC
Nuh di dalam bahteranya bersama keluarga dan berbagai jenis binatang

Ketika Abraham disuruh Tuhan untuk meninggalkan tempat tinggalnya dan pergi ke suatu negeri yang belum ia ketahui, ia taat kepada perintah Tuhan itu tanpa bertanya atau mengeluh. Allah berjanji akan menjadikan keturunan Abraham sebagai bangsa yang besar dan diberkati oleh Allah. Demikianlah Abraham pergi tanpa kejelasan arah dan tujuan. Ia hanya mengandalkan janji Allah dan ia tetap memegang teguh janji tersebut. Abraham percaya dan dengan sepenuh hati menyerahkan masa depannya kepada janji Allah. Ia harus berpisah dari sanak keluarganya, dari habitatnya untuk menjalani perintah Tuhan. Berbagai rintangan dan kesulitan ia hadapi. Puncak dari perjuangannya adalah ketika Tuhan meminta Abraham mempersembahkan Ishak sebagai kurban bagi-Nya. Anak tunggal yang diperoleh dari Tuhan setelah sekian lama menantikannya. Iapun memenuhi perintah Allah untuk mengurbankan Ishak. Namun, Allah meluputkan Ishak dan menggantikannya dengan hewan kurban bagi Abraham. Melalui ujian ini, Abraham disebut sebagai bapa segala orang beriman. Bacalah lebih lengkap kisah ini di Kejadian 22: 1-14.

Sumber gambar: https://bit.ly/3wR31WG
Abraham ketika akan mengorbankan Ishak sebagai korban persembahan

Riwayat Nuh dan Abraham dapat menjadi petunjuk bagi kamu, bagaimana manusia beriman menampakkan iman dan percayanya kepada Tuhan. Mereka bertindak menyenangkan hati Tuhan. Tindakan Nuh dan Abraham didasari oleh aspek “percaya” kepada janji Tuhan, mereka mengenal Tuhan yang dipercayai, mereka merasakan kedekatan dengan-Nya, mereka membangun relasi atau hubungan yang intim dengan Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya secara teratur. Hubungan dengan Tuhan dibangun berdasarkan pengenalan, kedekatan serta pengetahuan akan Tuhan yang melibatkan seluruh diri mereka, baik hati nurani maupun akal budi. Dalam Kitab Perjanjian Baru ada dua peristiwa yang dapat diangkat sebagai contoh dalam kaitannya dengan aspek percaya.

Pertama, perempuan Kanaan (Matius 15:21-28). Anak perempuan Kanaan ini kerasukan setan dan amat menderita. Ketika ia mendengar Yesus sedang berada di daerah dekatnya, perempuan ini segera pergi ke sana dan meminta Yesus menyembuhkan penyakit anak perempuannya itu. Yang menarik adalah Yesus ternyata tidak mempedulikan permintaan tolong perempuan Kanaan itu. Perempuan itu terus berusaha mendekati Yesus sambil memohon. Perkataan Yesus kemudian sebenarnya bisa sangat menyakitkan hatinya, tetapi perempuan Kanaan itu tidak peduli; ia tetap meminta tolong Yesus untuk menyembuhkan anaknya. Oleh karena melihat keteguhan hati perempuan Kanaan itu, Yesus pun mengabulkan permintaannya dengan menyembuhkan penyakit anaknya itu.

Kedua, Yesus menyembuhkan perwira di Kapernaum (Lukas 7:1-10). Hamba perwira Romawi ini mengalami sakit keras. Ia sangat mengasihi hambanya itu. Ketika ia mendengar Yesus memasuki kota Kapernaum, ia mengutus beberapa orang suruhannya untuk meminta Yesus menyembuhkan penyakit hambanya itu. Yesus pun mengabulkan permintaan perwira Romawi itu. Pada waktu ia mengetahui bahwa Yesus bersedia menyembuhkan hambanya, justru perwira Romawi merasa dirinya tidak pantas menerima kehadiran Yesus di rumahnya. Ia hanya meminta Yesus untuk menyembuhkan hambanya itu dari jauh, karena ia percaya, tanpa perlu datang ke rumahnya pun, Yesus sanggup menyembuhkan hambanya itu. Demikianlah Yesus memuji “iman” perwira Romawi itu dan menyembuhkan hambanya yang sakit itu.

Kesimpulan dari dua buah cerita dalam Perjanjian Baru tersebut, adalah, apabila kita percaya dan berpegang teguh kepada Yesus (melalui firman-Nya) dengan segenap jiwa, hati dan akal budi, maka apa yang dikehendaki-Nya atas diri kita pasti terjadi. Inilah pengharapan kita dalam iman kepada-Nya. Sifat iman itu aktif, artinya, kamu harus benar-benar yakin akan kebenaran firman Tuhan dan sungguh-sungguh melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, jika kita mengaku beriman kepada Yesus, tetapi hanya di dalam ucapan saja, tanpa perilaku yang menunjukkan iman itu, maka sebenarnya iman kita itu sudah mati.