Gereja Sebagai
Umat Allah yang Baru
Bahan Alkitab :
Kisah 2:1-47; 1 Petrus 2:9-10; Yeremia 31:31-34
A. Gereja: Gedungnya atau Orangnya?
Empat puluh hari setelah Yesus
naik ke surga, murid-murid-Nya berkumpul di sebuah rumah di Yerusalem.
Tiba-tiba angin kencang bertiup di ruangan yang terkunci itu. Lalu lidah api
yang berkobar-kobar turun di atas kepala para murid. Sebuah kejadian aneh dialami
oleh para murid. Mendadak mereka berkata-kata dalam berbagai bahasa asing.
Yerusalem saat itu penuh sesak dengan orang-orang dari berbagai negeri. Orang
banyak datang ke kota itu untuk merayakan hari Pentakosta atau perayaan syukur
untuk panen mereka di Bait Suci di kota itu. Murid-murid keluar dari tempat
mereka berkumpul. Tiba-tiba semua orang yang mendengar mereka dan yang berasal
dari berbagai tempat di dunia dapat memahami kata-kata mereka. Orang-orang itu
berasal dari Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan
Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir, Libia, Roma, Kreta, Arab, dan lain-lain.
Mereka orang-orang Yahudi maupun bangsa-bangsa lain yang memeluk agama Yahudi.
Semua terheran-heran. “Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang
Galilea? Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata
dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita?”
(Kis. 2:7-8). Sebagian orang lagi bersikap sinis dan mengejek mereka. “Mereka
sedang mabuk anggur manis,” kata orang-orang ini tentang murid-murid Yesus.
Petrus, salah seorang dari murid-murid itu, bangkit dan memberikan
kesaksiannya. Ia menceritakan bahwa apa yang disaksikan oleh orang-orang itu
sudah dinubuatkan oleh Nabi Yoel.
Akan terjadi pada hari-hari
terakhir demikian firman Allah bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua
manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan
terunaterunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang
tua akan mendapat mimpi. Juga ke atas hamba-hamba-Ku lakilaki dan perempuan
akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat (Kis. 2 :
17-18).
Apa yang disaksikan oleh orang banyak itu tidak lain adalah bukti bahwa Yesus yang disalibkan dan yang telah bangkit dan naik ke surga itu, sungguh-sungguh berkuasa. “Jadi apa yang harus kami lakukan?” tanya orang banyak itu.
Petrus menjawab, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus” (ay. 38). Hari itu juga banyak orang yang meminta agar mereka dibaptiskan. Jumlah mereka sekitar tiga ribu orang. Itulah gereja perdana.
Apa yang menarik dari bagian
kisah ini? Ternyata gereja tidak pertama-tama dibentuk oleh gedungnya. Gereja, terutama sekali
adalah orangnya. Buktinya, ada banyak gedung gereja di negara barat yang kini
kosong karena orang-orang Kristen di sana meninggalkan iman mereka atau tidak
mau lagi pergi ke gereja. Dapatkah gedung-gedung gereja itu disebut sebagai
“gereja”? Sudah tentu tidak! Gereja tanpa orangnya bukanlah gereja.
B. Makna Gereja
Apakah arti “gereja” sesungguhnya? Kata “gereja” dalam bahasa Indonesia berasal dari sebuah kata dalam bahasa Portugis yaitu igreja (baca: igreza). Kata igreja dalam bahasa Portugis ini dekat sekali dengan kata iglesia dalam bahasa Spanyol yang mempunyai arti yang sama, yaitu “gereja”. Kata iglesia ini dapat ditelusuri kembali ke kata aslinya dalam bahasa Yunani yaitu ekklesia.
Kata ekklesia
berasal dari dua kata, yaitu ek dan klesia. Kata ek berarti “keluar”. Sementara
itu, kata klesia berasal dari kata kerja kalein yang berarti “memanggil”.
Dengan demikian, kata ekklesia mengandung arti “dipanggil keluar”. Artinya,
anggota-anggota gereja adalah orang-orang yang dipanggil untuk keluar dari
lingkungannya, dari sanak keluarganya, dari kaum kerabatnya, untuk menjadi
bagian dari sebuah komunitas baru yang bernama gereja. Orang-orang ini termasuk
kita semua dipanggil keluar untuk menjalankan tugas kita untuk memberitakan
kasih Allah yang dinyatakan melalui Yesus Kristus. Kasih itu harus disampaikan
dengan perkataan dan perbuatan kita.
C. Umat Allah yang Baru
Bagaimana hubungan gereja dengan
umat Israel? Apakah keduanya berbeda ataukah sama? Dalam Yeremia 31:31-33
dikatakan :
Sesungguhnya, akan datang
waktunya, demikianlah firman Tuhan. Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan
kaum Israel dan kaum Yehuda, 32bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan
dengan nenek moyang mereka . . . 33 . . . Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam
batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah
mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.
Nabi Yeremia menubuatkan bahwa Allah akan mengadakan suatu perjanjian yang baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, yaitu umat Allah. Perjanjian ini tidak dibuat dalam loh batu, melainkan yang dituliskan di hati mereka. Artinya, perjanjian Allah yang lama akan diperbarui dengan sebuah perjanjian yang baru.
Mengapa Allah ingin mengadakan perjanjian yang baru dengan umat-Nya? Pada masa Perjanjian Lama kita menemukan banyak sekali kasus pelanggaran perjanjian oleh umat Israel. Berulang kali bangsa itu menolak dan berpaling dari Allah. Akibatnya mereka juga berulang kali mengalami penghukuman (Ul. 9:18; 31:29; Hak. 6:1; 10:6, dan lain-lain.). Apa sebabnya? Tampaknya umat Israel hanya mengetahui hukum Allah apabila mereka membacanya atau mendengar hukum itu dibacakan atau disampaikan kepada mereka.
Selain itu, hukum Taurat seringkali malah dijadikan sebagai senjata untuk menghakimi orang lain. Di masa Perjanjian Baru, ketika Tuhan Yesus melayani orang banyak, banyak ahli Taurat yang mengecamnya karena Tuhan Yesus dianggap melanggar aturan-aturan Taurat dengan menyembuhkan orang pada hari Sabat (Mrk. 3:1-6, Mat. 12:1-8; dan lain-lain.). Taurat yang seharusnya digunakan untuk menjadi penuntun menuju kehidupan yang lebih baik, malah lebih sering menghadirkan masalah dalam kehidupan bersama karena digunakan secara keliru.
Karena itulah, melalui Nabi Yeremia, Tuhan Allah mengatakan bahwa Ia akan menaruhkan Taurat-Nya di batin mereka dan menuliskan hukum-Nya di hati mereka. Dengan demikian, umat Allah akan selalu mengingat hukumhukum-Nya. Dengan menaruh hukum Taurat di dalam hati, umat Allah pun akan memberlakukan hukum itu dengan hati, bukan sekadar mengikuti aturanaturan hukum dengan membabi buta (2Kor. 3:6).
Itulah sebabnya gereja dibentuk Allah sebagai umat Allah yang
baru. Inilah umat Allah yang hidup dengan hukum yang baru, yaitu hukum kasih.
Karena itu pula, gereja seringkali disebut sebagai ”Israel yang baru”. Dalam 1
Petrus 2:9-10 dikatakan:
9Tetapi kamulah bangsa yang
terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri,
supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah
memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: 10 kamu,
yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umatNya, yang
dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.
Gereja perdana terbentuk sebagai
koreksi atas umat Israel yang menjadikan Taurat sebagai hukum yang membelenggu
diri dan sebagai alat untuk menghakimi orang lain. Bagaimana orang sekarang
menggunakan hukum hukum agama untuk membelenggu diri sendiri dan menghakimi
orang lain? Pernahkah kamu menghakimi seseorang yang tidak pergi ke gereja pada
suatu hari Minggu?
0 Komentar