Perumusan Dasar
Negara
(RUMUSAN DASAR NEGARA OLEH TOKOH NASIONAL INDONESIA)
Klik dan Baca yang pertemuan 2--------- https://bit.ly/3hUdw7L
Dasar negara
merupakan pondasi berdirinya sebuah negara. Ibarat sebuah bangunan, tanpa
pondasi yang kuat tentu tidak akan berdiri dengan kokoh. Oleh karena itu, dasar
negara sebagai pondasi harus disusun sekuat mungkin sebelum suatu negara
berdiri.
Ketua BPUPKI dr.
K.R.T Radjiman Wedyodiningrat pada pidato awal sidang pertama, menyatakan bahwa
untuk mendirikan Indonesia merdeka diperlukan suatu dasar negara. Untuk
menjawab permintaan Ketua BPUPKI, beberapa tokoh pendiri negara mengusulkan
rumusan dasar negara. Rumusan yang diusulkan memiliki perbedaan satu dengan
yang lain. Namun demikian, rumusan-rumusan tersebut memiliki persamaan dari
segi materi dan semangat yang menjiwainya. Pandangan para pendiri negara
tentang rumusan dasar negara disampaikan berdasarkan sejarah perjuangan bangsa
dan dengan melihat pengalaman bangsa lain. Meskipun diilhami oleh
gagasan-gagasan besar dunia, tetapi tetap berakar pada kepribadian dan gagasan
besar dari bangsa Indonesia sendiri.
Usulan mengenai
dasar Indonesia merdeka dalam sidang pertama BPUPKI secara berurutan
dikemukakan oleh:
1.
Muhammad
Yamin,
2.
Soepomo,
dan
3.
Ir.
Soekarno.
Pada
sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin, saat mengusulkan
rancangan dasar negara Indonesia mengatakan bahwa : ”...rakyat Indonesia mesti
mendapat dasar negara yang berasal daripada peradaban kebangsaan Indonesia;
orang timur pulang kepada kebudayaan timur.” ”... kita tidak berniat, lalu akan
meniru sesuatu susunan tata negara negeri haram. Kita bangsa Indonesia masuk
yang beradab dan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya. (Risalah Sidang,
halaman 12)
Muhammad
Yamin mengusulkan secara lisan lima dasar bagi negara Indonesia merdeka, yaitu
sebagai berikut.
1.
Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri Ketuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Kesejahteraan Sosial
Setelah
selesai berpidato, Muhammad Yamin menyampaikan konsep mengenai dasar negara
Indonesia merdeka secara tertulis kepada ketua sidang, konsep yang disampaikan
berbeda dengan isi pidato sebelumnya.
Asas
dan dasar Indonesia merdeka secara tertulis menurut Muhammad Yamin adalah
sebagai berikut.
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Kebangsaan persatuan Indonesia
3.
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selanjutnya,
pada tanggal 31 Mei 1945, Soepomo menyampaikan pidatonya tentang dasar negara.
Menurut Soepomo, dasar negara Indonesia merdeka adalah sebagai berikut.
1.
Persatuan
2.
Kekeluargaan
3.
Keseimbangan lahir dan batin
4.
Musyawarah
5.
Keadilan rakyat
Soepomo
juga menekankan bahwa negara Indonesia merdeka bukanlah negara yang
mempersatukan dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat dan tidak mempersatukan
dirinya dengan golongan yang paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang
paling kuat).
Akan
tetapi mengatasi segala golongan dan segala paham perorangan, mempersatukan
diri dengan segala lapisan rakyat. Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945
menyampaikan pidato tentang dasar negara Indonesia merdeka. Usulannya berbentuk
philosophische grondslag atau weltanschauung. Philosophische Grondslag atau
Weltanschauung adalah fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, hasrat yang
sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan Indonesia merdeka yang kekal dan
abadi. Negara Indonesia yang kekal abadi itu dasarnya adalah Pancasila. Rumusan
dasar negara yang diusulkan olehnya adalah sebagai berikut.
1.
Kebangsaan Indonesia
2.
Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3.
Mufakat atau demokrasi
4.
Kesejahteraan sosial
5.
Ketuhanan yang berkebudayaan
Ir.
Soekarno dalam sidang itu pun menyampaikan bahwa kelima dasar Negara tersebut
bukan dinamakan Panca Dharma. Atas petunjuk seorang teman ahli bahasa, rumusan
dasar negara tersebut dinamakan Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di
atas kelima dasar itulah mendirikan Negara Indonesia yang kekal dan abadi.
Pada
akhir masa persidangan pertama, Ketua BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang
bertugas untuk mengumpulkan usulan para anggota yang akan dibahas pada masa
sidang berikutnya.
Panitia
Kecil beranggotakan delapan orang di bawah pimpinan Ir. Soekarno, dengan
anggota terdiri atas:
1.
Ki
Bagoes Hadikoesoemo,
2.
Kyai
Haji Wachid Hasjim,
3.
Mr.
Muhammad Yamin,
4.
Sutardjo
Kartohadikoesoemo,
5.
A.A
Maramis,
6.
Otto
Iskandardinata, dan
7.
Drs.
Mohammad Hatta.
Panitia
kecil mengadakan pertemuan untuk mengumpulkan dan memeriksa usul-usul
menyangkut beberapa masalah, yaitu Indonesia Merdeka. Usul-usul yang telah
dikumpulkan dimasukkan dalam beberapa golongan, yaitu :
(1)
golongan usul yang minta Indonesia merdeka selekas-lekasnya;
(2)
golongan usul yang mengenai dasar;
(3)
golongan usul yang mengenai soal unifikasi dan federasi;
(4)
golongan usul yang mengenai bentuk negara dan kepala negara;
(5)
golongan usul yang mengenai warga negara;
(6)
golongan usul yang mengenai daerah;
(7)
golongan usul yang mengenai soal agama dan negara;
(8)
golongan usul yang mengenai pembelaan, dan
(9)
golongan usul yang mengenai soal keuangan. (Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI,
1995:88-89) Sesudah sidang Chuo Sangi In, Panitia Kecil mengadakan rapat dengan
tiga puluh delapan (38) anggota BPUPKI di Kantor Besar Djawa Hookokai.
Pertemuan tersebut membentuk lagi satu Panitia Kecil yang terdiri atas
anggota-anggota sebagai berikut :
Sumber gambar: https://bit.ly/3iQJ0Lh
(Panitia Sembilan)
1.
Ir. Soekarno sebagai ketua,
2.
Mohammad Hatta,
3.
Muhammad Yamin,
4.
A.A Maramis,
5.
Mr. Achmad Soebardjo (golongan kebangsaan),
6.
Kyai Haji Wahid Hasjim,
7.
Kyai Haji Kahar Moezakir,
8.
Haji Agoes Salim, dan
9.
R. Abikusno Tjokrosoejoso (golongan Islam).
Panitia
Kecil yang berjumlah sembilan orang ini dikenal dengan sebutan Panitia
Sembilan, bertugas untuk menyelidiki usul-usul mengenai perumusan dasar negara.
Panitia sembilan mengadakan rapat di rumah kediaman Ir. Soekarno di Jalan
Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Setelah itu, pada tanggal 22 Juni 1945
Panitia Sembilan telah mencapai satu persetujuan atau kesepakatan tentang
rancangan pembukaan hukum dasar (Undang-Undang Dasar).
Rapat
berlangsung secara alot karena terjadi perbedaan paham antarpeserta tentang
rumusan dasar negara terutama soal agama dan negara. Persetujuan Panitia
Sembilan ini termaktub di dalam satu rancangan pembukaan hukum dasar
(Undang-Undang Dasar). Oleh Ir. Soekarno, rancangan pembukaan hukum dasar ini
diberikan nama ”Mukadimah”, oleh Mr. Muhammad Yamin dinamakan ”Piagam
Jakarta”, dan oleh Sukiman Wirjosandjojo disebut ”Gentlemen’s Agreement”.
(Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Tim Penyusun, 2012 : 35-36)
Setelah
rapat yang cukup alot, disepakati rumusan konsep dasar negara yang tercantum
dalam rancangan mukadimah hukum dasar. Naskah ini memiliki banyak persamaan
dengan Pembukaan UUD 1945. Adapun bunyi lengkap naskah mukadimah hukum dasar
adalah sebagai berikut.
”Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan yang
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia Merdeka yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan
berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Sumber: jakarta.go.id
Naskah
”Mukadimah” yang ditandangani oleh sembilan orang anggota Panitia Sembilan,
dikenal dengan nama ”Piagam Jakarta” atau ”Jakarta Charter”. Panitia Kecil
penyelidik usul-usul berkeyakinan bahwa ”Mukadimah” dapat menghubungkan,
mempersatukan paham-paham yang ada di kalangan anggota-aggota BPUPKI.
Selanjutnya, naskah ”Mukadimah” tersebut dibawa ke sidang kedua BPUPKI tanggal
10 – 17 Juli 1945. Pada tanggal 14 Juli 1945, mukadimah disepakati oleh BPUPKI.
Dalam alinea keempat naskah Piagam Jakarta tersebut, terdapat rumusan dasar
negara sebagai berikut.
1.
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan
dasar negara yang tercantum dalam naskah ”Piagam Jakarta” tersebut, dalam
sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 mengalami perubahan. Rumusan dasar negara
yang diubah adalah sila pertama yang semula berbunyi ”Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk[1]pemeluknya”, diubah
menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Latar
belakang perubahan sila pertama, menurut Mohammad Hatta bermula dari datangnya
utusan opsir Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Mereka memberitahukan bahwa
wakil-wakil Protestan dan Katolik dari wilayah yang dikuasai oleh Angkatan Laut
Jepang merasa keberatan dengan bagian kalimat rumusan dasar negara dalam naskah
Piagam Jakarta. Kalimat yang dimaksud adalah ”Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Terhadap keberatan
tersebut, sebelum sidang PPKI dimulai, Mohammad Hatta mengajak Ki Bagus
Hadikusumo, K.H Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad
Hasan mengadakan suatu rapat pendahuluan. Supaya tidak terpecah sebagai bangsa,
tokoh pendiri bangsa yang bermusyawarah telah bermufakat untuk menghilangkan
bagian kalimat tersebut dan menggantikannya dengan rumusan ”Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
Dengan
demikian, rumusan dasar negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang
ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 adalah sebagai berikut.
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
TUGAS
1
PERUMUSAN
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
BPUPKI |
||
1. |
Kepanjangan
BPUPKI |
….. |
2. |
Dibentuk
pada tanggal |
….. |
3. |
Ketua
|
….. |
4. |
Wakil
Ketua |
a. Wakil
dari Indonesia ….. b. Wakil
dari Jepang …. |
5. |
Sidang
Pertama |
a. Dilaksanakan
tanggal ….. b. Membahas
tentang ….. |
6. |
Sidang
Kedua |
a. Dilaksanakan
tanggal ….. b. Membahas
tentang ….. |
Perumusan Dasar Negara |
||
1. |
Tokoh
yang ikut mengusulkan rumusan dasar negara |
1. ……. 2. ……. 3. ……. |
2. |
Anggota
Panitia Kecil |
….. |
3. |
Anggota
Panitia Sembilan |
….. |
4. |
Perbedaan
rumusan dasar negara yang tercantum dalam Piagam Jakarta dengan Pembukaan UUD
1945 |
….. |
0 Komentar