Makna Hidup Berpengharapan

Sejak Salomo wafat, kerajaan Israel terpecah dua. Tidak ada lagi raja yang dapat membawa bangsa itu mencapai masa kejayaan seperti pada zaman Daud dan Salomo. Mereka bahkan menjadi tawanan dan dibuang ke Babel. Selama itu, umat Israel menanti-nantikan Allah untuk memulihkan mereka kembali menjadi bangsa yang merdeka dan makmur, seperti yang dinubuatkan oleh para nabi (Yesaya 40:1-2, Mikha 5:1-2). Akan tetapi, harapan mereka tidak juga terwujud. Selepas dari masa pembuangan di Babel, mereka malah mengalami penjajahan dari bangsa Mesir dan Syria, dan kemudian Romawi. Tidak kurang dari 500 tahun mereka hidup dalam penjajahan bangsa lain. Kehidupan mereka sangat sulit; perekonomian kacau dan kondisi keamanan juga sangat buruk.

Dalam keadaan demikian, umat Israel terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, mereka yang sudah kehilangan harapan dan kepercayaan terhadap janji Allah. Tidak sedikit dari mereka yang memilih untuk memberontak atau menjadi penjahat yang mengacau keadaan. Kedua, mereka yang masih percaya pada janji Allah dan tetap berpengharapan akan datangnya Sang Mesias yang akan membebaskan mereka dari tangan penjajah.

Bagi bangsa Yahudi, Mesias adalah tokoh yang dinanti-nantikan sebagai penyelamat bangsa Yahudi, yaitu yang membawa kebebasan dari penjajah. Bagi mereka, kedatangan Mesias akan terjadi pada waktu yang tidak terlalu lama lagi.

Dalam kelompok kedua ini, ada seorang bernama Simeon. Lukas menyebut Simeon sebagai “orang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel” (Lukas 2:25). Ia dengan setia terus beribadah kepada Tuhan; berdoa, menyembah dan melayani Tuhan di Bait Allah. Simeon percaya saatnya akan tiba bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya. Kepercayaan yang terus dipegang dan dipeliharanya sampai masa tuanya. Tentu tidak mudah bagi Simeon untuk terus mempertahankan keyakinannya itu. Apalagi di tengah ketidakjelasan nasib bangsanya, ditambah dengan keadaan fisiknya yang semakin menurun karena usia lanjut. Akan tetapi, Simeon tetap berpengharapan. Ia tetap teguh meyakini bahwa ia akan melihat Sang Mesias yang ditunggu-tunggu itu (Lukas 2: 26).

Pengharapan Simeon tidak sia-sia. Suatu hari, Roh Kudus menggerakkan hatinya untuk datang ke Bait Suci. Di sana, ia bertemu dengan Maria dan Yusuf yang sedang membawa bayi Yesus. Sebagaimana aturan dalam hukum Taurat, delapan hari setelah dilahirkan, setiap bayi laki-laki harus dibawa ke Bait Suci untuk diserahkan kepada Allah. Begitu melihat bayi Yesus, Simeon segera menggendong-Nya. Sambil memuji Allah ia pun berseru, “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.” (Lukas 2:29-32).