1. CERITA 1
Dokter
Moore dan Anak Lelaki Buta
Moore
adalah seorang dokter terkenal dan dihormati. Melalui tangannya sudah tak
terhitung nyawa yang diselamatkan. Dia tinggal disebuah kota tua di Prancis,
dua puluh tahun yang lalu dia adalah seorang narapidana. Kekasihnya
mengkhianati dia lari kepelukan lelaki lain, karena emosinya dia melukai lelaki
tersebut, maka statusnya sebagai mahasiswa di universitas terkenal berubah
menjadi seorang narapidana, dia dipenjara selama 3 tahun. Setelah keluar dari
penjara, kekasihnya telah menikah dengan orang lain. Statusnya sebagai bekas
narapidana menyebabkannya sukar memperoleh pekerjaan. Ketika melamar pekerjaan
ia menjadi bahan ejekan dan hinaan. Dalam keadaan sakit hati, Moore memutuskan
akan menjadi perampok. Dia telah mengincar di bagian selatan kota ada sebuah
rumah yang akan menjadi sasarannya.
Orang
dewasa di rumah tersebut semuanya pergi bekerja sampai malam baru pulang ke
rumah. Dalam rumah hanya ada seorang anak kecil buta yang tinggal sendirian.
Dia pergi ke rumah tersebut mencongkel pintu utama sambil membawa sebuah pisau
belati, masuk ke dalam rumah. Sebuah suara lembut bertanya, “Siapa itu?” Moore
sembarangan menjawab, “Saya adalah teman papamu, dia memberikan kunci rumah
kepada saya.” Anak kecil ini sangat gembira, tanpa curiga berkata, “Selamat
datang, namaku Kay, tetapi papaku malam baru sampai ke rumah, paman apakah
engkau mau bermain sebentar dengan saya?” Dia memandang dengan mata yang besar
dan terang tetapi tidak melihat apapun, dengan wajah penuh harapan, di bawah
tatapan memohon yang tulus, Moore lupa kepada tujuannya, langsung menyetujui.
Yang membuat dia sangat terheran-heran adalah anak yang berumur 8 tahun dan
buta ini dapat bermain piano dengan lancar. Lagu-lagu yang dimainkannya sangat
indah dan gembira, walaupun bagi seorang anak normal harus melakukan upaya
besar sampai ke tingkat seperti anak buta ini.
Setelah
selesai bermain piano, anak ini melukis sebuah lukisan yang dapat dirasakan di
dalam dunia anak buta ini, seperti melukis matahari, bunga, ayah-ibu, dan
teman-teman. Dunia anak buta ini rupanya tidak kosong. Walaupun lukisannya
kelihatannya sangat canggung, bentuk bulat dan persegi tidak dapat dibedakan
tetapi dia melukis dengan sangat serius dan tulus. “Paman, apakah matahari
seperti ini?” Moore tiba-tiba merasa sangat terharu, lalu dia melukis di telapak
tangan anak ini beberapa bulatan, “Matahari bentuknya bulat dan terang,
warnanya keemasan.” “Paman, apa warna keemasan itu?” Dia mendongakkan wajahnya
yang mungil seraya bertanya, Moore terdiam sejenak, lalu membawanya ke tempat
terik matahari, “Emas adalah sebuah warna yang sangat vitalitas, bisa membuat
orang merasa hangat, sama seperti kita memakan roti yang bisa memberi kita
kekuatan.” Anak buta ini dengan gembira menggunakan tangannya meraba ke empat
penjuru seraya berkata, “Paman, saya sudah merasakan, sangat hangat, dia pasti
akan sama dengan warna senyuman paman.” Moore dengan penuh sabar menjelaskan
kepadanya berbagai warna dan bentuk barang.
Dia
sengaja menggambarkan dengan hidup sehingga anak yang penuh imajinatif ini
mudah mengerti. Anak buta ini mendengar ceritanya dengan sangat serius,
walaupun dia buta tetapi rasa sentuh dan pendengaran anak ini lebih tajam dan
kuat daripada anak normal Tanpa terasa waktu berlalu dengan cepat. Akhirnya,
Moore teringat tujuan kedatangannya, tetapi Moore tidak mungkin lagi merampok.
Hanya karena kecaman dan ejekan dari masyarakat dia akan melakukan kejahatan
lagi. Berdiri di hadapan Kay dia merasa sangat malu, lalu dia menulis sebuah
catatan untuk orang tua Kay. “Tuan dan nyonya yang terhormat, maafkan saya
mencongkel pintu rumah kalian. Anda adalah orang tua yang hebat, dapat mendidik
anak yang demikian baik, walaupun matanya buta tetapi hatinya sangat terang.
Dia mengajarkan kepada saya banyak hal dan membuka pintu hati saya.” Tiga tahun
kemudian, Moore menyelesaikan kuliahnya di Fakultas kedokteran, dan memulai
karirnya sebagai seorang dokter. Enam tahun kemudian, dia dan rekan-rekannya
mengoperasi mata Kay sehingga Kay bisa melihat keindahan dunia ini. Kemudian
Kay menjadi seorang pianis terkenal yang mengadakan konser ke seluruh dunia.
Setiap mengadakan konser, Moore akan berusaha menghadirinya, duduk di sudut
yang tidak mencolok, mendengarkan musik indah menyirami jiwanya yang dimainkan
oleh seorang pianis yang dulunya buta.
Sumber:
http://www.ajaran-kristen.blogspot.com
Diunduh tanggal 23 November 2013
Refleksi:
Ketika Moore mengalami kekecewaan terhadap dunia dan kehidupannya, semangat dan kehangatan Kay kecil yang buta ini memberikan kehangatan dan kepercayaan diri kepadanya. Kay yang tinggal di dalam dunia yang gelap, sama sekali tidak pernah putus asa dan menyia-nyiakan hidupnya. Sebaliknya dia membuat orang menyadari betapa besar vitalitas dalam hidup ini, vitalitas dan semangat ini menyentuh ke dasar hati Moore. Cinta dan harapan akan dapat membuat seseorang kehilangan niat melakukan kejahatan. Sedikit harapan mungkin dapat menyembuhkan seorang yang putus asa, atau bahkan dapat mengubah nasib kehidupan seseorang atau kehidupan banyak orang. Seperti Moore yang telah membantu banyak orang. Ketika mengalami putus asa maka bukalah pintu hatimu, maka cahaya harapan akan menyinari hatimu.
CERITA 2
2.
Daniel dan Kawan-kawannya
Ada
tiga tokoh dalam Kitab Daniel yang memiliki iman dan pengharapan. Mereka adalah
Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Suatu ketika Raja Nebukadnezar minta kepada
Aspenas, kepala istananya , untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal
dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, yakni orang-orang muda yang baik
dan memahami berbagai hikmat, berpengetahuan luas. Ia ingin orang-orang yang
cakap untuk bekerja dalam istananya. Mereka akan diajar tulisan dan bahasa
orang Kasdim. Di antara mereka ada juga beberapa orang Yehuda, yakni Daniel,
Hananya, Misael dan Azarya. Pemimpin pegawai istana itu memberi nama lain
kepada mereka. Daniel dinamainya Beltsazar, Hananya dinamainya Sadrakh, Misael
dinamainya Mesakh dan Azarya dinamainya Abednego. (Daniel 1:3-7)
Suatu
kali raja Nebukadnezar mendirikan sebuah patung emas. Di hari penahbisan patung
tersebut, raja mengundang para pejabat kerajaan untuk hadir termasuk di antara
mereka Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Lalu, raja mengeluarkan titah:
Dan berserulah seorang bentara dengan
suara nyaring: ”Beginilah dititahkan kepadamu, hai orang-orang dari segala
bangsa, suku bangsa dan bahasa: demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling,
kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, maka
haruslah kamu sujud menyembah patung yang telah didirikan raja Nebukadnezar
itu; siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan seketika itu juga ke
dalam perapian yang menyala-nyala!” (Daniel 3:4-6)
Apakah
titah ini sulit untuk dilakukan? Tidak, bagi orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah Israel, karena mereka sudah terbiasa sujud menyembah kepada
patung. Tetapi sangat sulit bagi Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Bila mereka
menyembah, mereka telah melanggar perintah Allah “Jangan sujud menyembah
kepadanya atau beribadah kepadanya (patung)” (Keluaran 20:5). Bila mereka tidak
menyembah patung tersebut, hukuman matilah yang akan mereka terima.
Jika
kamu adalah Sadrakh, Mesakh dan Abednego, mana yang akan menjadi pilihan kamu?
Apa sulitnya untuk sujud? Tidak ada yang sulit, bukan? Sebenarnya mereka
tinggal berlutut lalu sujud satu kali dan semuanya sudah beres. Karier mereka
di dalam kerajaan Babel pun tetap terjaga. Lagi pula, bukankah mereka dapat
memohon ampun kepada Allah setelah itu karena pastilah Allah mengerti situasi
yang sedang mereka hadapi. Tapi, bukan jalan ini yang mereka ambil. Sadrakh,
Mesakh dan Abednego lebih memilih untuk tidak menyembah patung. Sebenarnya raja
menyukai tiga orang muda ini, mereka nampak berbeda dari pemuda lainnya. Mereka
memiliki iman, percaya dan pengharapan yang teguh. Raja masih memberi
kesempatan sekali lagi kepada mereka untuk menyembah patung agar mendapatkan
pengampunan, tetapi mereka tetap teguh memegang imannya.
Terhadap
kesempatan yang diberikan raja kepada mereka, maka merekapun menjawab raja:
”Jika Allah kami yang kami puja dan sembah sanggup melepaskan kami, maka Ia
akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam
tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya
raja bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung
emas yang tuanku dirikan itu.” (Daniel 3:16-18) Mendengar jawaban mereka, raja
melipatgandakan hukuman mereka, ia minta supaya perapian itu dibuat tujuh kali
lebih panas dari yang biasa. (Daniel 3:19) Menghadapi hukuman mati, iman mereka
tetap teguh, pengharapan mereka semakin kuat kepada Allah penyelamatnya. Allah
meluputkan mereka dari kematian. Kobaran api yang bernyala-nyala tidak mampu
memusnahkan mereka karena Allah telah menyelamatkan mereka.
0 Komentar